TANJUNG REDEB, Borneo Post – Dikenal sebagai salah satu makanan tradisional, kue cincin menjadi salah satu kuliner yang sangat diminati masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Ibu Darmawati, atau yang akrab disapa Ibu Dhea, selaku pemilik usaha kue cincin di Berau, mengaku bahwa inspirasinya berasal dari tingginya antusiasme masyarakat terhadap makanan tradisional.
“Saya lebih menonjolkan makanan khas karena sangat diminati dari kalangan anak anak hingga orang tua,” ucap Darmawati, Minggu, (20/01/2025).
Usaha kue cincin milik Ibu Dhea telah berdiri selama 10 tahun. Dalam perjalanannya, usaha ini terus berkembang dan berhasil mempertahankan keunikan serta kualitasnya, sehingga tetap menjadi favorit masyarakat Berau.
Kue cincin yang diproduksi oleh Ibu Dhea memiliki keunikan tersendiri dibandingkan produk sejenis di pasaran. Selain mempertahankan bentuk tradisional angka 8 yang diwarisi dari nenek moyang, Dhea, juga berinovasi dengan menghadirkan varian bentuk cincin yang lebih mudah dibuat. Lalu ia juga membuat berupa varian bentuk cincin dan rasa, seperti original dan wijen.
“Kalau pakai wijen, ada rasa khas harum gitu,” ujarnya.
Pemilik usaha ini juga memastikan produknya merakyat dengan harga terjangkau dan tanpa target pembelian minimum. Bagi Ibu Dhea, menjaga kualitas adalah prioritas utama.
Ia juga memastikan penggunaan bahan-bahan berkualitas, seperti gula merah asli dan beras pulen, untuk menghasilkan kue yang mulus dan lezat. Kebersihan dalam proses pengolahan juga dijaga ketat demi konsistensi rasa yang selalu memuaskan pelanggan.
“Kalau pakai gula merah oplosan, kue bisa gelembung dan rasanya kecut,” tambahnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa ia telah mengandalkan berbagai strategi pemasaran untuk menarik pelanggan. Selain memanfaatkan media sosial seperti Instagram, WhatsApp, dan Facebook, ia juga aktif berjualan di acara-acara seperti car free day (CFD) dan event lokal lainnya. Salah satu strategi uniknya adalah menyediakan tester gratis.
“Kalau memang tidak enak, tidak usah dibeli,” katanya dengan percaya diri.
Alhasil, respon pasar terhadap kue cincin Dhea sangat positif. Produk ini menjadi incaran utama di berbagai acara, terutama CFD. Bahkan dalam waktu tiga jam selama CFD, omzet yang didapat bisa mencapai jutaan rupiah.
“Kalau ada event, pasti yang dicari kue cincin, apalagi kalau panas-panas,” jelasnya.
Salah satu tantangan utama adalah mencari lokasi strategis untuk berjualan saat ada event.
“Tempat di event susah didapat, apalagi kalau di GOR. Sangat susah mencari tempat yang strategis,” katanya.
Namun ketersediaan bahan baku seperti gula merah asli juga menjadi tantangan tersendiri. Untuk mengatasi masalah ini, pemilik usaha selalu membeli gula merah dari tempat langganan terpercaya.
Pemilik usaha berharap agar makanan tradisional khas Berau seperti kue cincin dapat terus berkembang dan bersaing dengan produk luar.
“Yang penting kualitas tetap dijaga, itu nomor satu,” tegasnya.
Dengan komitmen terhadap kualitas dan inovasi, Ibu Dhea membuktikan bahwa makanan tradisional seperti kue cincin tetap memiliki tempat istimewa di hati masyarakat, bahkan di tengah persaingan kuliner modern.