Tanjung Redeb,BorneoPost- Setelah rapat dengar pendapat (RDP) dibuka oleh wakil ketua II Ahmad Rifai, rapat pun di lanjut dengan mendengar apa keluhan BPK tumbit melayu dan warga tumbit melayu.
Rapat Dengar pendapat (RDP) yang di gelar di kantor dprd berau dihadiri oleh anggota BPK tumbit melayu dan dua warga yang belum di bebaskan atau dibayar lahannya semenjak sudah di ukur oleh Pihak perusahaan PT Berau Coal.
Anggota BPK Edwar mengatakan, permasalahan kasus lahan warga tumbit melayu ini sejak tahun 2017 belum dibayar. Edwar menyampaikan kronologi permasalahan lahan yang belum dibayar.
Ditahun 2017 terjadi pengukuran lahan dari dua warga ini yang posisinya ada dikonsesi PT Berau Coal, pada saat itu terjadi pengukuran dan pihak perusahaan menjanjikan akan di bayar. Namun sampai tahun 2018 tidak ada pembayaran dengan alasan ada penawaran harga pasa saat itu. Akhirnya terjadi negosiasi kesepakatan kedua warga ini pada zaman pak Bonto pihak perusahaan PT Berau Coal.
Namun sampai 2019 tak kunjung ada kabar dan tidak ada kejelasan, maka kedua petani ini mengadu ke kampung dan akhirnya pemerintah kampung baru menjabat membangun komunikasi dengan camat Teluk bayur dan Dinas terkait.
Kemudian hasilnya juga tidak ada kepastian, kemudian naik lagi ke tingkat atas Bupati Berau Muharram, didalam Rapat bersama Bupati dan PT Berau Coal, ada perintah dari Bupat Muharram agar pihak PT Berau Coal agar segera membayar dua warga tumbit melayu sekitar 6 hektar.
Tetapi hanya sebatas segitu saja, tidak ada tindak lanjutnya, pihak perusahaan juga belum membayar. Pada tahun 2020 masuk pandemi covid-19, itulah yang membuat komunikasi menjadi vacum dan sampai tahun 2022.
Pada Tahun 2022 dua warga ini mencoba mengadu lagi kepada pemerintah kampung, dan akhirnya ada pertemuan pada pihak perusahaan dan hasilnya sama saja. Dan ada pernyataan pihak PT Berau Coal tidak ada lagi pembebasan lahan. Akhirnya warga terkejut dengan pernyataan pihak perusahaan karena tidak ada lagi pembebasan lahan.(fery/adv).
Bersambung….