TANJUNG REDEB, Borneo Post – Ketua DPRD Berau, Madri Pani, Angkat bicara terkait permasalahan yang di alami para nelayan yang berada di perairan berau, yang dimana para nelayan menjadi hawatir bahkan takut untuk mencari sumber penghasilan nya yang di karenakan kerapnya kemunculan hewan pemangsa atau buaya di perairan sungai dan laut berau.
Dirinya yang di jumpai usai menggelar kegiatan rapat gabungan tersebut mengungkapkan , bahwasanya Saat ini saja yang kita ketahui sudah banyak kejadian yang memakan korban yang dimana penyebabnya sendiri adalah di mangsa oleh buaya yang ada di perairan berau.
“Terakhir ini saja info yang kita dapatkan telah terjadi di kecamatan talisayan, ada masyaraka yang di mangsa buaya disana,”ucapnya.
Selain ketakutan yang dialami para nelayan, pelaku usaha tambak pun memiliki ketakutan yang sama halnya dengan para nelayan, saat mereka membenturkan dana besar-besaran untuk tambak nya tapi realitanya buaya pula yang menikmati.
“Karena ada lapaoran masyarakat laut berau yang memiliki usaha tambak mendapati tambaknya sedanga dinaiki oleh buaya disana,”ujarnya.
Menanggapi kasus tersebut, dirinya meminta atau bila perlu kepada presiden sekaligus atau pun pihak kementerian DLHK agar perlu di kaji ulang kembali terkait penanganan hewan pemangsa yang menjadi sumber ketakutan nelayan di berau, Untuk berau sendiri bila perlu dari pihak BKSDA lakukan pengkajian ulang kembali dari aturan ataupun kebijakan yang ada.
“Seperti, menjadikan pupulasi buaya yang ada untuk di jadikan ekowisata, sebagai contoh saja harus nya dari DLHK dan BKSDA membuat suatu program untuk menyediakan tempat populasi buaya yang terawat,”jelasnya.
“Jadi masyarakat yang menangkap buaya tersebut tidak dengan membunuh nya melainkan merelokasikan ketempat penangkaran yang telah tersedia. Inikan nilai positif untuk ekowisata kita,”terangnya.
Menurutnya, salah satu alasan kenapa buaya berkeliaran saat ini dikarenakan rantai makanan buaya sendiri yang berada di hulu sungai sudah habis tercemar oleh limbah-limbah pabrik yang berada di hulu sungai.
“Seperti tercemarnya akibat limbah tambang atau pun limbah sawit hasil pemupukan, dampaknya lah yang mengakibatkan para buaya disana harus mencari makan ke perantaran sungai pemukiman masyarakat,”bebernya.
Atas kasus yang ada saat ini, madri meminta kepada BKSDA dan DLHK kabupaten berau untuk mengkaji ulang dan membuat peraturan yang tidak membahayakan habitat buaya yang ada. Harus menjadi perhatian lebih juga nasib para nelayan dan pengusaha tambang agar tidak terlalu di hantui dengan ketakutan yang di akibatkan kemunculan hewan pemangsa tersebut.
“Tugasnya pemeerintah daerah sendiri melalui yang membidangi agar adapatbmencarikan solusi agar para nelayan bisa bekerja tanpa adanya rasa hawatir tentang kemunculan hewan pemangsa tersebut.”tutupnya.(PiN/ADV)