BERAU, BorneoPost – Teguran keras Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas, terhadap kondisi Gedung Walet di kawasan RSUD dr Abdul Rivai berubah menjadi alarm besar bagi tata kelola pembangunan fasilitas kesehatan di daerah. Yang disoroti bukan hanya layanan pasien yang belum maksimal, tetapi lebih jauh: lemahnya pengawasan mutu sejak tahap perencanaan hingga serah terima bangunan yang dibiayai APBD.
Sri tak menutupi kekesalannya. Ia bahkan mengaku merasa malu saat meresmikan gedung tersebut beberapa waktu lalu bukan karena seremoni, tetapi karena temuan di lapangan yang seharusnya tidak terjadi pada fasilitas rumah sakit.
“Saya sangat malu sebenarnya ketika harus meresmikan rumah sakit yang di dalamnya tidak ada batas antara pasien satu dengan yang lain. Padahal itu merupakan kewajiban untuk seluruh rumah sakit di Indonesia,” tegasnya.
Ketiadaan sekat privasi di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dinilai sebagai kesalahan fatal. Bupati menilai hal itu mencerminkan buruknya pengawasan teknis yang semestinya dilakukan secara ketat sebelum bangunan diserahkan dan digunakan.
Lebih jauh, persoalan ini menguak adanya ketidaksinkronan antara manajemen RSUD, kontraktor, dan perangkat daerah yang bertanggung jawab terhadap proyek tersebut. Beberapa fasilitas dasar yang mestinya telah lengkap sebelum peresmian justru baru disadari setelah gedung dipakai melayani pasien.
Kekecewaan Sri memuncak saat ia melihat lantai 1 Gedung Walet yang seharusnya difungsikan sebagai ruang layanan kesehatan justru menjadi tempat menumpuk kasur tak terpakai.
“Orang-orang sakit yang datang harus dimanusiakan. Berikan pelayanan yang baik kepada seluruh pasien agar mereka bisa sembuh, bukan malah sebaliknya. Apalagi sampai menolak merawat pasien,” tegasnya dengan nada tinggi.
Kritik ini sekaligus menggugah pertanyaan besar mengenai efektivitas perencanaan ruang sejak proyek ini mulai digagas. Ketidaksesuaian antara rancangan dan kebutuhan pelayanan publik semakin terlihat jelas.
Sri kemudian menginstruksikan agar ruang kosong tersebut segera difungsikan sebagai area tambahan untuk IGD, melihat tingginya kebutuhan layanan darurat masyarakat.
“Saya minta ruangan itu bisa dimanfaatkan bagi pasien. Jadikan ruangan itu untuk IGD juga,” pintanya.
Teguran tersebut kini menjadi pekerjaan rumah bagi manajemen RSUD dan seluruh pihak terkait. Publik menunggu apakah kritik Bupati akan diterjemahkan menjadi tindakan nyata bukan sekadar protes sesaat demi menghadirkan layanan kesehatan yang layak, manusiawi, dan memenuhi standar di Kabupaten Berau.












