BERAU, BorneoPost – Harapan besar masyarakat pesisir selatan Berau untuk memiliki daerah otonomi baru (DOB) kembali diterpa badai. Lahan hibah seluas 600 hektare di Kampung Dumaring, yang seharusnya menjadi pusat pembangunan ibu kota Kabupaten Berau Pesisir Selatan, justru diduga berpindah tangan ke pemodal dan kini berubah menjadi kebun sawit.
Kepala Adat Dumaring, Mochammad Asri (M. Asri), tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Ia menegaskan bahwa pemberian lahan hibah murni berangkat dari niat tulus masyarakat adat untuk mendukung pembangunan dan mempercepat realisasi pemekaran Kabupaten Berau Pesisir Selatan. Namun, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik.
“Niat kami hanya untuk mendukung pembangunan dan pemekaran Kabupaten Berau Pesisir Selatan. Tapi kenyataannya, lahan hibah justru dijadikan ajang jual beli dan kini ditanami kelapa sawit. Ini sungguh mengecewakan,” tegasnya saat ditemui, Jumat (19/9/2025) lalu.
M. Asri menegaskan, masyarakat adat Dumaring tidak akan tinggal diam jika persoalan ini tidak segera dituntaskan. Ia bahkan memastikan, pihak adat siap menarik kembali hibah tersebut dan menempuh jalur hukum.
“Lahan itu adalah amanah untuk masyarakat, bukan untuk diperdagangkan. Jika tidak ada penyelesaian, kami akan ambil langkah hukum,” ujarnya.
Bagi masyarakat pesisir selatan Berau, pemekaran wilayah bukan sekadar urusan administratif. Pemekaran dianggap sebagai jalan untuk pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, serta mempercepat akses infrastruktur di wilayah yang selama ini dinilai kurang tersentuh. Karena itu, dugaan penyalahgunaan lahan hibah tersebut dinilai sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan panjang masyarakat.
“Jangan sampai cita-cita kami untuk memiliki kabupaten sendiri gagal hanya karena ulah segelintir orang,” kata M. Asri dengan nada kecewa.
Sementara itu, pihak penegak hukum mulai merespons mencuatnya isu tersebut. Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Berau, Imam Ramdhoni, S.H., mengaku baru mengetahui adanya dugaan penyalahgunaan lahan hibah untuk ibu kota DOB BPS. Hingga kini, pihaknya belum menerima laporan resmi terkait kasus tersebut.
“Kami baru mendengar informasinya. Sampai sekarang belum ada laporan masuk ke Kejaksaan Negeri Berau. Namun jika masyarakat atau pihak adat melaporkannya secara resmi, tentu akan kami tindak lanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” jelas Imam.
Ia menambahkan, kejaksaan memiliki kewenangan untuk menelaah, mempelajari, dan menindaklanjuti setiap perkara yang berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang, penipuan, atau pelanggaran hukum dalam pengelolaan aset, termasuk tanah hibah. Namun, langkah hukum hanya bisa ditempuh apabila sudah ada laporan resmi yang diajukan dan disertai bukti awal yang cukup.
“Kami tidak bisa bergerak hanya berdasarkan isu atau informasi di lapangan tanpa adanya laporan. Jika kasus ini benar, maka tentu akan melalui proses klarifikasi, pengumpulan data, serta pemeriksaan saksi-saksi terlebih dahulu,” sambungnya.
Imam juga menegaskan bahwa kejaksaan akan bersikap profesional, transparan, dan independen jika kasus tersebut nantinya masuk ke ranah penyelidikan. Ia mengimbau masyarakat adat maupun pihak-pihak yang dirugikan untuk segera menyampaikan laporan resmi agar penanganan bisa dilakukan secara hukum, bukan sekadar opini publik.
“Kami di kejaksaan tentu tidak akan menutup mata. Tapi sekali lagi, kami butuh dasar hukum untuk bertindak. Kalau memang ada pihak yang merasa dirugikan, silakan melapor dengan membawa bukti. Kami pastikan laporan itu akan kami proses sesuai aturan yang berlaku,” pungkasnya.