TANJUNG REDEB,Borneo Post – Setelah wafatnya Sultan Gunung Tabur ke tujuh, H Adjie Raden M Bachrul Hadie beberapa bulan lalu, kini pihak kesultanan kembali melangsungkan musyawarah prosesi penetapan pemangku adat Kesultanan Gunung Tabur.
Hanya saja, sepanjangan prosesi penetapan pemangku adat yang baru di lingkup Kesultanan Gunung Tabur, masih menyisakan konflik hingga sekarang.
Ketua Adat Bajau Tanjung Batu, Rory S Karuddin mengakui, pihaknya secara langsung menyaksikan prosesi penetapan pemangku adat Kesultanan Gunung Tabur hingga selesai.
Menurutnya, banyak prosesi yang tidak sesuai dengan prosedur kesultanan, sehingga hal ini perlu menjadi sorotan agar bisa disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.
“Tidak sesuai tatanan kesultanan,” ungkap Rory, Senin (12/8/2024) kemarin.
Secara garis besar ada lima hal yang disoroti oleh Rory pada proses penetapan pemangku adat. Pertama, pihak kesultanan tidak membacakan silsilah Sultan Siranuddin pada giat tersebut.
Padahal, pembacaan silsilah sangat diperlukan untuk menentukan siapa yang akan melanjutkan tahta kesultanan Gunung Tabur.
“Ini diluar dugaan, padahal pemangku kesultanan berdasarkan silsilah tua,” sebutnya.
Lanjut dia, beberapa kerabat inti kesultanan Gunung Tabur, misal permaisuri istri almarhum sultan keluar dari acara tersebut, tapi kegiatan masih dilanjutkan dan tidak ditunda.
“Mestinya diskors karena kondisi sudah tidak kondusif, ini malahan dilanjutkan,” imbuhnya.
Kemudian, dalam musyawarah tersebut, tidak dipimpin langsung oleh dewan adat kesultanan berdasarkan tatanan yang ada. Belum lagi, para tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan, malahan diminta keluar dengan alasan kegiatan hanya diperuntuk bagi kerabat saja.
“Harusnya yang memimpin musyawarah dari dewan adat kesultanan. Ada lagi doal tamu yang dipersilahkan keluar alasannya hanya untuk kerabat saja. Bagi saya ini sudah semakin tidak benar,” tegasnya.
Terakhir, ia menilai, penetapan pemangku adat Kesultanan Gunung Tabur saat ini bak politik yang berdasarkan demokrasi.
Pasalnya, ada 16 kerabat yang memegang kertas untuk menuliskan nama calon pemegang tahta lalu dimasukan ke dalam wadah untuk menentukan siapa yang akan terpilih nantinya
“Yang seperti ini sudah mengarah seprti birokrasi pemerintah atau seperti warga memilih ketua RT. Ini jauh dari tatanan kesultanan. Ini bukan penetapan lagi tapi pemilihan pemangku adat,” cibirnya.
Karena itu, ia meminta kepada pihak dewan adat Kesultanan Gunung Tabur, jika penetapan tidak berdasarkan silsilah dan tatanan kerjaan, maka masyarakat, khususnya Adat Bajau boleh memilih juga.
Sebab, kerajaan Gunung Tabur juga memiliki wiliyah hingga ke Kecamatan Tanjung Batu, artinya masyarakat di sana juga berhak mengikuti prosesi pemilihan pemanggu adat selanjutnya.
“Saat saya hadir tentunya cukup kecewa, jika ini dibiarkan makan ke depan akan sangat merugikan para kerabat kesultanan juga,” tandasnya.












