KPMKB Samarinda Tuntut Perusahaan yang Diduga Penadah Tambang Batubara Ilegal di Berau Diaudit

TANJUNG REDEB, Borneopost – Maraknya aktivitas tambang batubara yang diduga ilegal di Kabupaten Berau membuat mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Pelajar Mahasiswa Kabupaten Berau (KPMKB) Samarinda, bereaksi. Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim). Ada beberapa tuntutan yang disampaikan dalam aksi keempat yang dilaksanakan pada Kamis (30/03/2023) itu.

Koordinator lapangan dalam aksi unjuk rasa KPMKB Samarinda, Rijal, memaparkan dalam aksi itu, mereka menuntut agar pemerintah segera mengaudit PT SBE, PT SBB, dan PT BJU yang diduga menjadi penadah tambang batubara ilegal.

Selanjutnya, mereka juga mendesak Gubernur Kaltim untuk segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar mencabut izin produksi PT SBE, PT SBB, dan PT BJU yang diduga menjadi penadah tambang batubara ilegal.

Selain itu, KPMKB Samarinda juga mendesak Gubernur Kaltim untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Kapolda Kaltim untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Berau.

Rijal menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan aksi keempat yang dilaksanakan pada bulan ini, setelah sebelumnya aksi serupa digelar pada tanggal 2, 9, dan 16 Maret 2023.

Menurutnya, aksi tersebut merupakan respons KPMKB Samarinda dalam melihat persoalan ilegal mining yang terjadi di Kabupaten Berau, khususnya yang terjadi di sepanjang jalan dari Teluk Bayur menuju Labanan.

Sebab poros jalan itu, lanjutnya, dicurigai menjadi tempat strategis bagi terjadinya aktivitas ilegal mining dan jalur keluar masuk kendaraan milik perusahaan-perusahaan penadah tambang ilegal itu.

“Jika mereka terbukti melakukan tambang ilegal, kita minta ESDM untuk mencabut IUP mereka. Karena mereka melakukan pelanggaran. Itu sebagai sanksi tegas. Lebih dari itu diproses secara hukum,” tegasnya, Jumat (32/3/2023).

Menurut Rijal, tambang ilegal patut diberantas sebab telah merusak ekosistem hutan dan fasilitas umum seperti infrastruktur jalan.

“Bisa kita lihat di kiri kanan jalan daerah Teluk Bayur menuju Labanan, banyak area hutan yang sudah dibabat. Jalan yang bersentuhan langsung dengan tambang itu pun rawan longsor,” katanya

Menurut dia, meski dampak kerusakan terlihat jelas, namun aktivitas tambang yang diduga ilegal itu dibiarkan begitu saja. Sebab Pemkab Berau pun seakan tutup mata dalam menindaklanjuti persoalan tersebut.

Meski ada upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan jalan, namun menurut Rijal upaya itu tidak cukup efektif.

“Saya juga pertanyakan undang-undang mana yang mengatur aktivitas tambang di pinggir jalan umum tersebut? Walaupun daerah di sekitar bahu jalan sudah ditimbun dengan tanah dan diatur sekian agar memperbaiki keadaan, tanah itu tetap akan longsor ketika hujan turun,” lanjutnya.

Karena itu, Rijal mengaku kecewa dengan sikap pemerintah hari ini. Pasalnya, sampai dengan aksi keempat itu, belum ada hasil yang ditemukan. Seharusnya, ketika pihaknya turun ke jalan, sudah ada jawaban atas berbagai tuntutan itu.

“Yang melakukan audit itu apa susahnya melakukan koordinasi dengan pemerintah-pemerintah terkait. Bukankah hari ini pemerintah provinsi dan kabupaten adalah kemitraan?” ungkapnya.

Dia pun menegaskan akan terus mengawal sampai tuntutan mereka mendapat tanggapan pihak-pihak terkait.

“Kami akan gelar aksi susulan jika tuntutan kami tidak ditanggapi. Aksi itu akan tetap dilaksanakan di provinsi karena di Berau persoalan tambang ilegal tidak disuarakan,” pungkasnya. (Hbp)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *