TANJUNG REDEB, BorneoPost – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau melalui Dinas Perkebunan (Disbun) tengah merancang roadmap pengembangan dua komoditas unggulan daerah, yakni kelapa dan kakao. Penyusunan dokumen ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penetapan komoditas strategis yang harus dikawal secara serius.
Kepala Disbun Berau, Lita Handini, mengungkapkan bahwa hasil audit BPK sebelumnya menetapkan tiga komoditas unggulan: kelapa, kakao, dan jagung. Namun, kewenangan penyusunan roadmap tidak berada di satu pintu. Disbun hanya bertanggung jawab pada kelapa dan kakao, sementara jagung berada di ranah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
“Rekomendasi BPK itu salah satu rencana aksinya adalah penyusunan roadmap. Untuk kelapa dan kakao menjadi kewenangan kami. OPD lain juga punya kewajiban yang sama sesuai bidang masing-masing,” ujarnya, kamis (21/8/2025).
Lita menegaskan, penyusunan roadmap tidak bisa dilakukan parsial. Pihaknya menitikberatkan pada budidaya dan produksi di hulu, sementara Diskoperindag diminta menyiapkan peta industri hilir, serta bidang perizinan menggarap peluang investasi.
“Jadi ini kerja bersama, saling sinergi antar-OPD agar arah pengembangan komoditas lebih jelas dan terukur,” tegasnya.
Sebagai mitra akademik, Universitas Mulawarman (Unmul) dilibatkan untuk memperkuat kajian ilmiah. Kini, dokumen roadmap sudah masuk tahap akhir presentasi dan akan menjadi acuan pembangunan sektor kelapa dan kakao lima tahun ke depann.
Dalam dokumen itu, Pemkab akan mengakomodasi dua jenis kelapa: kelapa dalam dan kelapa genjah. Kelapa genjah dianggap strategis karena masa panennya lebih singkat sehingga mampu mempercepat perputaran ekonomi petani.
“Kelapa dalam tetap kita budidayakan, tapi kelapa genjah juga harus didorong karena lebih cepat panen,” jelas Lita.
Untuk kakao, fokusnya bukan sekadar menambah luas tanam, tapi juga memperkuat rantai nilai. Disbun telah menyalurkan bibit, pupuk, pelatihan, hingga bantuan alat pengolahan agar produk kakao tidak berhenti sebagai bahan mentah.
“Pengembangan kakao terus berjalan, dari hulu hingga hilir. Kita ingin ada nilai tambah yang lebih besar bagi petani,” tambahnya.
Meski demikian, pengamat menilai tantangan terbesar Pemkab Berau bukan pada penyusunan roadmap, melainkan keberanian mengeksekusi. Selama ini, banyak dokumen perencanaan daerah yang berhenti sebatas laporan formalitas tanpa tindak lanjut nyata.
Di sisi lain, hilirisasi komoditas perkebunan juga masih jauh dari harapan. Tanpa adanya kepastian investasi, dukungan infrastruktur, serta akses pasar, roadmap dikhawatirkan hanya akan menjadi “buku pajangan”.
Jika benar-benar terintegrasi, pengembangan kelapa dan kakao berpotensi besar membuka lapangan kerja, mendorong lahirnya industri olahan lokal, hingga meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, tanpa konsistensi dan pengawasan, target menjadikan kelapa dan kakao sebagai penopang ekonomi daerah hanya akan menjadi jargon.
“Target akhirnya, kelapa dan kakao bisa menjadi komoditas strategis yang tidak hanya menopang perekonomian daerah, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi pembangunan Berau,” pungkas Lita.