TANJUNG REDEB, BorneoPost – Aktivitas pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Tepian Kalimarau kembali menjadi sorotan publik. Selain dianggap mengganggu ketertiban lalu lintas, keberadaan para pedagang yang berdekatan langsung dengan jalur pendaratan Bandara Kalimarau dinilai berpotensi membahayakan keselamatan penerbangan, khususnya pada malam hari.
Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah, angkat bicara soal kondisi tersebut. Menurutnya, penataan kawasan Tepian Kalimarau harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah kecamatan, organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, hingga otoritas bandara.
“Jalur pesawat harus steril dari potensi gangguan. Apalagi dengan adanya penerbangan malam, keramaian di sekitar landasan wajib dievaluasi secara serius,” tegas Agus saat dikonfirmasi.
Ia menilai bahwa area landmark, khususnya di depan runway, seharusnya tidak digunakan untuk aktivitas berjualan. Selain menyangkut aspek keselamatan penerbangan, kawasan tersebut juga menjadi wajah kota yang mencerminkan estetika dan keteraturan ruang publik.
Tak hanya persoalan keselamatan udara, Agus juga menyoroti persoalan ketertiban lalu lintas yang semakin kompleks akibat aktivitas PKL. Ia menyebut banyak kendaraan pengunjung yang parkir sembarangan hingga menjorok ke badan jalan, sehingga menimbulkan kemacetan dan meningkatkan risiko kecelakaan.
“Kita lihat sendiri, parkir kendaraan sudah mulai memakan badan jalan. Ini mengganggu lalu lintas dan membahayakan pengguna jalan lainnya,” ujarnya.
Namun demikian, Agus menegaskan bahwa penataan tidak boleh mengabaikan aspek sosial ekonomi masyarakat. Ia mengingatkan, penertiban bukan berarti menggusur. Penataan ruang publik harus tetap memperhatikan hak masyarakat untuk mencari nafkah, dengan menjunjung prinsip Sapta Pesona agar kawasan tetap aman, tertib, dan menarik sebagai destinasi wisata kuliner.
Ia pun mendorong agar pemerintah mengedepankan pendekatan dialogis dalam upaya penataan kawasan. Tanpa komunikasi yang baik, kata dia, kebijakan yang diterapkan rawan disalahartikan sebagai bentuk arogansi kekuasaan.
“Pemerintah perlu membangun dialog yang konstruktif. Jangan sampai penataan dianggap meminggirkan rakyat kecil. Ini bukan sekadar soal ketertiban, tapi juga tata kelola ruang publik yang inklusif,” tegasnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Agus mendorong Pemkab Berau untuk segera mengidentifikasi dan menyediakan lokasi alternatif yang lebih aman dan layak bagi para PKL. Dengan demikian, keberadaan pelaku usaha kecil tetap terlindungi tanpa mengorbankan aspek keselamatan dan estetika kota.(Adv).