Tolak RUU Penyiaran, Sejumlah Wartawan Samarinda Gelar Aksi Demo di Depan Gedung DPRD Kaltim

Samarinda, Borneo Post- Sejumlah wartawan di Kota Samarinda, berkumpul di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, untuk menyuarakan protesnya. Aksi ini bermaksud menentang adanya RUU Penyiaran yang melarang wartawan untuk membuat berita investigasi.

Ketua Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) Samarinda, Nofiyatul menyatakan adanya RUU ini akan menghalangi jurnalis mendapatkan informasi terkait investigasi.

“Apabila RUU Penyiaran ini nanti disahkan, tentu akan merugikan banyak pihak terkait larangan berita investigasi tersebut,” ucapnya.

Menurut Wakil Ketua Bidang Media Cyber Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Dirhanuddin, Provinsi Kaltim sendiri mempunyai banyak kasus yang melibatkan perusahaan tambang, kasus-kasus tersebut tidak jarang melibatkan wartawan untuk investigasi.

“Liputan investigasi itu menjadi sumber informasi, kalau Undang-undang Penyiaran hadir hanya untuk membatasi, tentu informasi yang dimiliki masyarakat juga terbatas,” jelasnya.

Adapun tuntutan yang disorakkan dalam aksi ini diantaranya :

  1. Menolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena cacat prosedur dan merugikan publik.
  2. Mendesak DPRD Kaltim untuk ikut menolak pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
  3. Mendesak DPRD Kaltim untuk menyuarakan penolakan di Kaltim dan mendesak DPR RI melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam menyusun revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengkebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
  4. Membuka ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers.
  5. Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi.
  6. Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.
    (Delvi/Mat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *