TANJUNG REDEB, BorneoPost – Ancaman perang proksi (proxy war) kian nyata di tengah dinamika global. Konflik modern tidak lagi selalu muncul melalui konfrontasi senjata, melainkan lewat strategi halus berupa adu domba antar kelompok masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Direktur Intelkam Polda Kaltim, Kombes Pol Agus Sutrisno, dalam talk show bertema “Menjaga Kedaulatan Negara” yang digelar di Tanjung Redeb.
Menurutnya, proxy war seringkali tidak terlihat secara kasat mata. Namun, dampaknya bisa melumpuhkan kehidupan masyarakat.
“Masyarakat sering tidak tahu siapa dalang sesungguhnya. Tapi akibatnya jelas terasa: anak-anak terhambat sekolah, aktivitas terganggu, bahkan rasa aman di jalan pun hilang,” tegas Agus.
Ia menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap isu-isu SARA yang kerap dimainkan untuk memecah belah bangsa.
“Kurangi hal-hal yang mengarah ke SARA jika ada persoalan di tengah masyarakat. Itu sangat berbahaya,” ujarnya mengingatkan.
Agus juga menyoroti melemahnya tradisi gotong royong yang selama ini menjadi benteng ketahanan sosial bangsa. Ia mencontohkan, kebiasaan ronda malam kini kian ditinggalkan, digantikan rasa aman semu karena keberadaan CCTV.
“Pos ronda ada, tapi sering kosong. Semua merasa cukup dengan CCTV. Padahal CCTV itu hanya alat bantu, bukan pengganti kewaspadaan,” tambahnya.
Menurutnya, menjaga kedaulatan negara bukan hanya tugas militer atau aparat, melainkan juga masyarakat. Solidaritas, kerukunan, dan gotong royong harus kembali dihidupkan sebagai modal utama menghadapi ancaman.
“Proxy war membuat bangsa berhadapan dengan strategi musuh yang halus tapi menghancurkan. Karena itu, persatuan dan kerukunan menjadi kunci. Kita harus menguatkan ketahanan sosial dari tingkat paling bawah,” tuturnya.
Talk show tersebut menjadi pengingat bahwa pertahanan negara tidak hanya dibangun dari kekuatan militer, tetapi juga dari kekompakan masyarakat dalam menjaga persatuan. Dengan solidaritas yang kuat, bangsa diyakini mampu menghadapi setiap ancaman, termasuk proxy war yang semakin kompleks.