TANJUNG REDEB, Borneopost.com – Pendidikan masih menjadi persoalan mendasar di wilayah perkampungan. Masih ada sekolah di kampung-kampung yang kekurangan ruang belajar. Bahkan untuk membangun, ada yang terkendala lahan yang masih bersengketa.
Seperti pembangunan ruang kelas SD 001 Biatan Ilir yang saat ini masih menuai kendala, terutama kendala tapal batas lahan antara Kampung Biatan Ilir dengan Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kampung Biatan Ilir, Abdul Hafid saat musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) tingkat Kecamatan Biatan, Senin (27/02/2023).
Abdul menegaskan bahwa pembangunan fasilitas pendidikan sangat penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan sumber daya manusia (SDM).
Karena itu, pemerintah daerah (Pemda) perlu menyiapkan fasilitas pendidikan yang layak dan menyelesaikan berbagai persoalan yang menghalangi pembangunan fasilitas pendidikan tersebut agar SDM yang andal dapat terwujud.
“Anak kami di sana saat ini sekolahnya bertiarap. Kami buatkan SD filial itu dulu di situ dengan gotong royong. Gedung sekolah itu pun merupakan bekas kamp karyawan,” katanya.
Kondisi itu menjadi perhatian serius Anggota DPRD Berau, Darlena. Dia mengatakan bahwa pada 2020 lalu sebenarnya sudah dianggarkan dana sejumlah Rp 2 miliar untuk pembangunan sekolah itu.
Namun, pembangunan itu tidak dapat dilaksanakan karena Kabupaten Kutim mengklaim bahwa lahan yang hendak dibangun sekolah itu merupakan lahan miliknya.
“Jadi, saat ini Biatan Ilir itu memiliki banyak permasalahan. Hak mereka diambil oleh Kutim. Persoalan ini merupakan kebijakan bupati untuk bersinergi bersama Pemerintah Kabupaten Kutim membahas masalah tapal batas,” jelasnya.
“Karena, mereka sudah ada ketegangan sampai sudah ada masyarakat yang pindah ke Sulawesi. Hasil kebun mereka juga sudah diambil oleh Kutim,” sambungnya.
Darlena meminta agar setelah Musrenbang, bupati dapat bertemu dan bersilaturahmi dengan Pemerintah Kutim dan membahas masalah tapal batas itu.
“Masyarakat dan kepala kampung sudah meminta kami ketika menjalankan Reses pada saat itu untuk menyelesaikan persoalan itu. Tapi, apalah daya kami. Karena itu persoalan ini kita prioritaskan dulu,” jelasnya.
Selain tapal batas, Darlena pun kembali menyoroti anggaran pendidikan dari APBD sejumlah 20 persen. Dengan anggaran itu seharusnya tidak ada lagi persoalan terkait pembangunan fasilitas pendidikan.
“Anggaran untuk pendidikan 20 persen. Tapi fasilitas pendidikan masih juga dikeluhkan oleh kepala kampung pada saat Musrenbang,” imbuhnya. (Hbp/ADV)