Kelangkaan Pasir dan Koral Lumpuhkan Proyek Perumahan di Berau, Developer Desak Pemerintah Bertindak

TANJUNG REDEB, Borneo Post – Kelangkaan material bangunan seperti pasir dan koral di Kabupaten Berau kini memasuki tahap krisis.Terhentinya pasokan bahan utama tersebut bukan hanya memperlambat proyek konstruksi, tetapi berpotensi melumpuhkan sektor properti secara menyeluruh. Para pengembang menilai lambannya respons pemerintah dalam menangani persoalan ini turut memperparah situasi di lapangan.

Padahal, kebutuhan terhadap bahan bangunan terus meningkat seiring dengan bertumbuhnya permintaan hunian. Sayangnya, sejak seluruh aktivitas penambangan pasir dan koral di wilayah sungai Berau dihentikan karena tidak adanya izin resmi, suplai material bangunan menjadi langka. Tidak satu pun penambang lokal yang saat ini dapat beroperasi secara legal.

Muhammad Arif, salah satu pengembang perumahan dari Winanda, mengaku proyeknya mengalami keterlambatan signifikan. “Sudah beberapa bulan ini kami kesulitan mendapatkan material. Sekalipun ada, harganya melambung tinggi dan jumlahnya sangat terbatas,” ujar Arif saat ditemui, Minggu (8/6/2025).

Ia menambahkan, keterlambatan proyek tidak hanya berimbas pada jadwal penyelesaian bangunan, tetapi juga menurunkan kepercayaan konsumen dan memukul nasib para pekerja konstruksi.

“Banyak tukang terpaksa dirumahkan karena tidak ada pekerjaan. Proyek yang harusnya selesai tiga bulan kini bisa molor hingga enam bulan,” jelasnya.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kesiapan pemerintah daerah dalam menjamin kelangsungan sektor pembangunan. Minimnya solusi konkret atas terhentinya penambangan material bangunan memperlihatkan lemahnya koordinasi antarinstansi terkait, termasuk dalam mempercepat proses perizinan bagi pelaku usaha.

Para pengembang mendesak agar pemerintah segera turun tangan, baik dengan mempercepat legalisasi penambangan maupun menyediakan alternatif sumber bahan bangunan. Jika tidak ada langkah cepat dan tegas, stagnasi di sektor konstruksi dikhawatirkan akan berdampak pada ekonomi lokal secara keseluruhan.

“Kami harap pemerintah tidak tinggal diam. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, mulai dari pengembang, pekerja bangunan, hingga masyarakat yang menunggu rumahnya rampung,” tegas Arif.

Krisis material bangunan di Berau menjadi sinyal darurat bagi pemerintah daerah untuk segera menata ulang tata kelola penambangan rakyat, agar tidak mematikan usaha legal maupun memicu praktik ilegal di lapangan.

“Situasi ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera membenahi tata kelola penambangan rakyat. Jangan sampai kelambanan birokrasi justru mematikan usaha legal dan mendorong maraknya praktik ilegal di lapangan,” Pungkasnya.

Exit mobile version