TANJUNG REDEB, Borneo Post – Badan Pengelola (BP) bersama TNI menjalankan program rehabilitasi jaringan irigasi untuk mendukung peningkatan produksi pertanian, khususnya padi, di Kabupaten Berau.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan indeks penanaman (IP) padi yang awalnya hanya satu kali setahun menjadi dua hingga tiga kali dalam setahun. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap produksi padi dan kesejahteraan petani di daerah tersebut.
“Fisiknya kita kan kerjasama sama TNI, BP ini pembinaan pengawalannya itu bekerjasama dengan TNI. TNI ini kerjasamanya di dalam kegiatan fisik, seperti merehabilitasi jaringan irigasi. Semua kawasan jaringan irigasi yang diperlukan untuk usaha tani padi nantinya pekerjaannya adalah semua TNI kerjasama dengan Dinas Pertanian.” Ujar Untung Pamilih, Kabid Program Brigade pangan.
Ia menambahkan bahwa anggaran untuk rehabilitasi irigasi mencapai 4,6 juta per hektar. Sebagai contoh, jika luasan yang harus diperbaiki mencapai 150 hektar, maka dana yang dibutuhkan adalah 690 juta rupiah.
Program ini juga berupaya meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi hambatan yang selama ini dihadapi petani di Berau.
“Tujuan dibentuknya program ini tentunya untuk meningkatkan intensitas atau indeks penanaman. Yang tadinya di Berau ini hanya satu tahun sekali, bisa dinaikkan menjadi dua kali, atau yang awalnya itu setahun dua kali, dinaikkan menjadi 2,5 atau 3 kali,” ujarnya, Rabu (05/02/2025)
Dalam hal ini, jika luas lahan yang terlibat adalah 250 hektar, maka dengan tambahan 125 hektar, target IP akan meningkat menjadi 250 persen.
Selain itu, peningkatan harga gabah dan harga padi giling menjadi bagian dari hasil yang ingin dicapai melalui program ini.
“Sekarang nasional sudah meningkat, harga padi per kilonya jadi 6.500, yang sebelumnya hanya 4.500. Begitu juga dengan jagung, yang sebelumnya 3.500-4.000, sekarang sudah 5.000 per kilogram,” jelasnya.
Namun, program ini menghadapi beberapa kendala. Salah satunya adalah perbedaan geografi di Berau yang membuat program ini lebih sulit diterapkan dibandingkan di Pulau Jawa atau Sulawesi.
“Geografi kita ini tidak sama dengan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Di sana bisa satu hamparan sampai 500 hektar bahkan 1.000 hektar, sedangkan kita yang paling luas itu hanya sekitar 250 hektar. Kalau nggak bisa digabung, maka tidak cukup,” ungkapnya.
Masalah lainnya adalah koordinasi yang sulit antara pengurus BP yang tersebar di berbagai daerah. “Contohnya, satu BP di Gunung Tabur anggotanya ada yang dari Tasuk, ada yang dari Melati Jaya, dan dari Merancang Ilir serta Merancang Ulu. Kesulitan untuk komunikasinya itu jelas terasa,” katanya.
Meski demikian, pejabat tersebut menegaskan bahwa program ini merupakan langkah yang penting untuk mengatasi krisis tenaga kerja pertanian yang dihadapi Indonesia.
“Karena Indonesia itu dianggap krisis tenaga kerja petani, maka terobosan ini barangkali yang lebih efektif untuk mencoba menggali potensi sumber daya manusia yang muda, dijadikan petani lagi dengan mesin,” tutupnya.
Program rehabilitasi irigasi ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pertanian di Berau dan memberikan hasil yang maksimal bagi para petani, meskipun berbagai tantangan masih harus dihadapi.